Kamis, 29 Maret 2018

MEMPERLIHATKAN AMAL

Manakah Lebih Utama, Merahasiakan Ibadah atau menampakkannya.
Salah satu dosa besar adalah perbuatan riya’. Hal ini membuat sebagian orang ingin merahasiakan ibadah-ibadahnya karena takut riya’, tetapi tidak mungkin sebab banyak ibadah tidak bisa dirahasiakan seperti haji, shalat jamaah, menuntut ilmu, jihad di jalan Allah, dan sebagainya. Terkait dengan hal ini seseorang bertanya kepada  Allamah Sayyid Abdullah bin Alawi Al-Haddad, manakah lebih utama merahasiakan ibadah atau menampakkannya?

Ulama asal Hadhramaut Yaman yang masih dzuriah Rasulullah SAW tersebut memberikan jawaban atas pertanyaan di atas sebagaimana termaktub dalam kitab beliau berjudul an-Nafâis al-Uluwiyyah fil Masâil As-Shûfiyyah (Dar Al-Hawi, 1993, hal. 25) sebagai berikut:

اعلم أن الإظهار أفضل لمن لا يخشى على نفسه الرياء ويرجو أن يقتدى به فيما يظهره أحد من إخوانه المؤمنين، والإخفاء افضل لمن يخشى الرياء ولا يرجو الإقتداء، فإن أمن الرياء ولم يرج الإقتداء أو عكسه فالإخفاء أفضل أيضا.

Artinya: “Ketahuilah menampakkan ibadah adalah lebih utama bagi seseorang yang tidak khawatir akan dihinggapi rasa riya’ di dalam dirinya, terlebih jika orang tersebut mengharapkan perbuatannya dicontoh oleh saudaranya sesama Muslim; sedangkan merahasiakan ibadah lebih utama bagi seseorang yang khawatir akan dihinggapi rasa  riya’ dalam ibadahnya sementara ia tidak ingin amalnya dijadikan contoh. Adapun seseorang yang dapat menghindari riya’ dan ia tidak ingin amalnya dijadikan contoh, atau sebaliknya, maka lebih utama ia merahasiakan ibadahnya.”

Dari kutipan di atas dapat dijelaskan hal-hal sebagai berikut:

Pertama, seseorang yang sudah mampu menguasai keadaan batinnya, seperti mencegah perbuatan riya’, tidak ada persoalan baginya menampakkan ibadah-ibadahnya, terlebih jika ia juga bermaksud melakukan syiar Islam, atau  agar ibadahnya diikuti orang lain. Hal seperti ini masuk akal sebab jika semua orang merahasiakan amal ibadahnya, tentu tidak ada syiar dan juga tidak ada contoh konkrit bagaimana sebuah ibadah diamalkan dengan baik dan benar.

Kedua, seseorang yang masih dihinggapi rasa riya’ dalam hatinya, sebaiknya merahasiakan atau tidak menampakkan ibadah-ibadahnya, apalagi jika ia memang tidak ingin menjadi contoh karena, misalnya,  menyadari ibadahnya belum bisa ikhlas. Orang seperti ini kalau bersedekah sebaiknya secara rahasia dari pada berisiko dihinggapi rasa riya’. Bagaimanapun riya’ itu sudah pasti berdosa dan akan mengakibatkan ibadahnya tidak diterima oleh Allah SWT.

Ketiga, seseorang yang telah mampu mengendalikan rasa riya’, tetapi ia sendiri tidak menginginkan dirinya menjadi contoh karena sebab-sebab tertentu seperti takut tidak kuat mendapat pujian dari orang lain, orang seperti ini lebih utama tidak  menampakkan ibadah-ibadahnya.

Namun demikian orang tersebut sebaiknya secara bertahap belajar melatih diri  kuat menerima pujian dari orang lain sehingga pujian sebesar dan sebanyak apapun tidak mempengaruhi keadaan batinnya, seperti manjadi riya’,  takabur ataupun ujub. Bagaimanapun dalam masyarakat harus ada orang-orang yang bisa dicontoh atau menjadi teladan dalam kebaikan.  

Keempat, seseorang yang masih dihinggapi rasa riya’ tetapi ia menginginkan dirinya dicontoh orang lain dalam ibadahnya, orang seperti ini lebih utama tidak menampakkan ibadah-ibadahnya karena riya’ termasuk dosa besar. Dalam hal ini berlaku prinsip Dar'ul mafasid muqaddamun 'ala jalbil mashalih (Upaya mencegah madharat harus lebih didahulukan dari pada upaya memperoleh kemanfaatan).

Dari seluruh uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa menampakkan ibadah adalah baik bagi mereka yang memang sudah mampu mengendalikan rasa riya’nya. Orang-orang seperti ini justru lebih utama tidak merahasiakan ibadahnya, apalagi mereka merupakan orang-orang berpengaruh dan menjadi panutan masyarakat.  Sedangkan mereka yang belum  mampu mengendalikan rasa riya’nya,..
Lanjut baca klik link di bawah 👇

http://www.nu.or.id/post/read/83320/manakah-lebih-utama-merahasiakan-ibadah-atau-menampakkannya

Jumat, 23 Maret 2018

Cinta tanah air

CINTA TANAH AIR
                              حب الوطن

    Kata الوطن berarti "Tanah air". Sebenarnya apa arti dari tanah air itu? Tanah air ialah negara dimana kita dilahirkan, bertempat tinggal dan hidup di diatas tanah lingkupnya serta bisa mengambil manfaat dari tumbuh2 an, hewan, udara dan airnya dan segala keistimewaan lainnya yg senantiasa mengharuskan kita utk mengerahkan jiwa raga dan harta dlm mengabdi kepadanya dg apa saja yg dapat membangun ekonomi dan meningkatkan kualitas serta kemakmuran negara.
     Lalu apa yg dimaksud dg cinta tanah air itu ?
     Sayyid Muhammad dlm kitabnya
   "التحلية والترغيب فى التربية والتهذيب"
 menjelaskankan sbb:
     حبك لوطنك وانت صغير عبارة عن انتنقاد وتمتثل لما يإمرك به والدك اومن تولى امرك من امور التربية والتأديب وطرق التعليم والترقية ليمكنك فيما بعد ان توصل المنافع لوطنك. ثم متى وصلت الى درجة الرشد والكمال وصرت رجلا تعرف الخير من الشر بصير معنى حب الوطن بالنسبة لك هو ان تبذل روحك ومالك وخيرتك ومعرفتك وكل ما تيسر لك من الاعمال النافعة باختيارك وارادتك لمصلحة وطنك مقدما لها على منفعتك الخصوصيةِ فان كلا من راحتك وتعبك مرتبط بكثرة خيرات وطنك وقلتها. فكلما كثرت خيراته كثرت راحتك ونمت فائدتك وتضاعفت منفعتك. وكلما قلت خيراته قلت راحتك وكثرت مشقتك وزاد تعبك.
    "Rasa kecintaan kpd tanah air anda ketika masih kecil, itu ibarat anda tunduk dan melaksanakan segala apa yg diperintahkan oleh orang tua atau orang yg bertanggung jawab mengatur urusan anda, baik dibidang pendidikan, etika maupun sarana,  prasarana belajar dan peningkatan kualitas lainnya agar nantinya anda dapat mengembangkan beberapa manfaat utk tanah air.
     Kemudian setelah anda  mencapai ketingkat usia dewasa dan menjadi orang yg tlh mengerti hal2 yg baik dan yg buruk, maka arti dari cinta tanah air bagi anda,  adalah dg kesadaran dan kemauan diri, mengerahkan jiwa raga dan harta serta kebaikan dan pengetahuan anda dan juga segala amal usaha yg bermanfaat demi kabaikan dan kemaslahatan tanah air dg mengutamakan kepentingan umum daripada kepentingan pribadi. Karena semua kemudahan dan tantangan, tergantung dari besar kecilnya kemajuan tanah air anda. Jika tanah airnya maju, maka anda akan tentram dan semakin banyak manfaat yg dapat anda sumbangkan. Namun jika tanah airnya dlm keadaan tdk stabil, maka ketentraman anda berkurang dan kesulitan serta tantangan anda akan bertambah".

Kamis, 15 Maret 2018

Shalat tanpa fatihah

Cara Shalat Orang yang Tidak Hafal Al-Fatihah

Rukun shalat yang wajib ditunaikan setelah niat, takbiratul ihram, dan berdiri bagi yang mampu adalah membaca surat Al-Fatihah pada tiap rakaat. Dikarenakan Al-Fatihah rukun shalat, maka orang yang tidak membaca surat Al-Fatihah secara sengaja shalatnya tidak sah.

Syekh Zainuddin Al-Malibari dalam Fathul Muin  menjelaskan sebagai berikut:

ورابعها قراءة فاتحة كل ركعة في قيامها لخبر الشيخين "لا صلاة لمن لم يقرأ بفاتحة الكتاب" أي في كل ركعة

Artinya, “Rukun shalat keempat ialah membaca Al-Fatihah pada tiap rakaat shalat saat berdiri berdasarkan hadis riwayat Al-Bukhari-Muslim (Syaikhaini), ‘Tidak sah shalat orang yang tidak membaca al-Fatihah’, maksudnya pada tiap rakaat” (Lihat Zainuddin Al-Malibari, Fathul Mu’in, Jakarta, Darul Kutub Islamiyyah, 2009 halaman 38).

Berdasarkan hadits itu, para ulama menghukumi tidak sah shalat orang yang tidak membaca Al-Fatihah. Pertanyaannya, bagaimana dengan shalat orang yang belum pandai membaca surat Al-Fatihah, misalnya orang yang baru masuk Islam, atau orang yang baru tobat sementara umurnya sudah tua dan sulit menghafal surat Al-Fatihah dengan sempurna.

Seluruh ulama sepakat bahwa tidak ada toleransi shalat bagi setiap umat Islam. Maksudnya, bagi orang yang memenuhi persyaratan shalat harus mengerjakan shalat dalam kondisi apapun, termasuk orang yang tidak hafal surat Al-Fatihah.

Bagi orang yang tidak hafal surat Al-Fatihah, Syekh Zainuddin Al-Malibari menjelaskan sebagai berikut:

ومن جهل جميع الفاتحة ولم يمكنه تعلمها قبل ضيق الوقت ولا قراءة في نحو مصحف، لزمه قراءة سبع آيات ولو متفرقة لا ينقص حروفها عن حروف الفاتحة، وهي بالبسملة بالتشديدات مائة وستة وخمسون حرفا بإثبات ألف مالك. ولو قدر على بعض الفاتحة كرره ليبلغ قدرها وإن لم يقدر على بدل فسبعة أنواع من ذكر كذلك فوقوف بقدرها

Artinya, “Orang yang tidak tahu (hafal) seluruh ayat dalam surat al-Fatihah dan tidak mungkin mempelajarinya sampai waktu shalat berakhir, dan tidak bisa pula membaca mushaf, wajib baginya untuk membaca tujuh ayat, meskipun berbeda-beda, dan jumlah hurufnya tidak kurang dari jumlah huruf surat Al-Fatihah. Jumlah huruf surat Al-Fatihah sekitar 156 beserta basmalah, tasydid, dan alif pada “مالك”. Kalau tidak mampu dibolehkan mengulang-ulang sebagian ayat dalam surat Al-Fatihah sampai durasinya sama. Kalau tidak mampu juga, dibolehkan menggantinya dengan tujuh macam zikir. Bagi yang tidak mampu juga wajib diam sesuai durasi waktu baca surat al-Fatihah,” (Lihat Zainuddin Al-Malibari, Fathul Mu’in, Jakarta, Darul Kutub Islamiyyah, 2009, halaman 39).

Dari penjelasan di atas, orang yang tidak hafal shalat dibolehkan membaca surat Al-Fatihah dengan menggunakan mushaf Al-Quran. Kalau tidak pandai membaca Al-Quran dibolehkan membaca tujuh ayat yang jumlah hurufnya sama dengan Al-Fatihah, meskipun dari surat yang berbeda-beda.

Bila tidak ada surat atau ayat lain yang dihafal dibolehkan membaca sebagian surat Al-Fatihah dan mengulang-ulanginya sesuai lama membaca surat Al-Fatihah. Kalau tidak hafal sama sekali surat Al-Fatihah dan ayat lain, dibolehkan membaca tujuh macam zikir, misalnya:

سبحان الله والحمد لله ولا إله إلا الله والله أكبر ولا حول ولا قوة إلا بالله العلي العظيم وما شاء الله كان وما لم يشأ لم يكن

Subhanallâh wal hamdulillâh wa lâ ilâha illallâh wallâhu akbar wa lâ hawla wa lâ quwwata illâ billâhil ‘aliyyil ‘adzîm wa mâsyâ allâhu kâna wa mâ lam yasya’ lam yakun.

Kalau tidak hafal dan mampu membaca zikir di atas dibolehkan diam sesuai dengan durasi membaca surat Al-Fatihah. Meskipun demikian, setiap umat Islam diwajibkan untuk terus belajar agar ibadahnya sempurna, terutama belajar membaca Al-Quran. Paling tidak surat Al-Fatihah hafal di luar kepala, minimal bisa membaca surat Al-Fatihah meskipun tidak hafal. Wallahu a’lam. (Hengki Ferdiansyah)

http://www.nu.or.id/post/read/84546/cara-shalat-orang-yang-tidak-hafal-al-fatihah