Senin, 12 Februari 2018

JANGAN REMHKAN SESUATU YANG KECIL

*INNA LILLAHI WA INNA ILAIHI RAJI’UN*

Sebelum Subuh tadi saya mau menelpon beliau, untuk izin karena nggak bisa datang di Masjid Raisiyah, Jodipan. Nomornya saya cari nggak ada. Akhirnya saya buka grup NU Malang, ternyata sudah ada kabar beliau wafat jam 11 semalam.

Ya Allah, saya bersaksi bahwa Abah Isma’il Qadhi adalah orang baik.

Hari-hari beliau untuk mengurus masjid. Beliau juga pernah mengajar di Salahuddin. Beliau juga pernah jadi bilal di Masjid Agung Jami Kota Malang, seorang qari al-Qur’an.

Setiap pulang dari masjid, beliau selalu menghadiahi saya sabun. “Nanti kalau saya wafat, njenengan akan ingat sabun saya,” kata beliau. Kepada mudarris lain di Raisiyah, beliau juga selalu memberikan hadiah itu. Kata beliau, kecil tapi insya Allah bermanfaat.

لا تحقرن من المعروف شيئا .

“Janganlah kau meremehkan kebaikan sekecil apapun.”

Demikian hadits Nabi yang menjadi motivasi beliau.

Pada awal pembangunan Pesantren Darul Faqih, beliau mensedekahkan gelang dan cincin perhiasan istri beliau. “Ini sudah kesepakatan kami,” ujar beliau sambil mengutip ayat al-Qur’an:

لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّى تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ

“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai." (QS. Ali Imran: 192)

Banyak kenangan indah dan kesan baik kami terhadap Ustadz Isma’il Qadhi. Setiap habis kuliah Subuh, saya menuntun sepeda motor saya untuk bisa berjalan bersama sampai ke mulut gang kediaman beliau. Sambil jalan, banyak ujaran-ujaran hikmah yang beliau sampaikan kepada kami.

Kami bersaksi bahwa Ust H Isma’il Qadhi adalah ahli masjid. Tak hanya shalat lima waktu di masjid, bahkan hidup beliau juga didedikasikan untuk mengurus masjid.

إِذَا رَأَيْتُمُ الرَّجُلَ يَتَعَاهَدُ المَسْجِدَ فَاشْهَدُوا لَهُ بِالإِيمَانِ

“Jika kau lihat seseorang yang ber-ta’ahud dengan masjid, maka saksikanlah bahwa dia orang beriman.” (HR al-Tirmidzi)

Al-Mubarakfuri dalam Tuhfatul Ahwadzi menjelaskan makna ta’ahud ini.

أَيْ يَخْدُمُهُ وَيَعْمُرُهُ وَقِيلَ الْمُرَادُ التَّرَدُّدُ إِلَيْهِ فِي إِقَامَةِ الصَّلَاةِ وَجَمَاعَتِهِ

“Ta’ahud artinya adalah berkhidmat pada masjid, memakmurkannya, atau mondar-mandir ke masjid untuk melaksanakan shalat dan berjama’ah.” (Tuhfatul Ahwadzi, Vol 7, 306)

Ustadz Isma’il, mugi-mugi panjenengan angsal karamah, sebaimana disabdakan Kanjeng Nabi:

بَشِّرِ الْمَشَّائِينَ فِي الظُّلَمِ إِلَى الْمَسَاجِدِ بِالنُّورِ التَّامِّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Berilah kabar gembira bagi orang-orang yang berjalan ke masjid di kegelapan dengan cahaya sempurna di hari kiamat.” (HR Abu Dawud)

Semoga Allah memberikan naungan-Nya pada beliau di hari kiamat nanti, karena hati beliau selalu tertambat dengan masjid.

Husnul khatimah, insya Allah.

---

Caption foto:
Almarhum Ustadz Isma’il Qadhi (tengah, berpeci hitam) saat menghadiri acara peresmian pembangunan Pesantren Darul Faqih, April 2017.


Dari Ustad Faris Khoirul Anam

Sabtu, 10 Februari 2018

Cara merawat jenazah

Kewajiban Dalam Merawat Jenazah

عَنْ أَبِي رَافِعٍ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ غَسَلَ مَيِّتًا فَكَتَمَ عَلَيْهِ غُفِرَ لَهُ أَرْبَعِيْنَ مَرَّةً وَمَنْ كَفَّنَ مَيِّتًا كَسَاهُ اللهُ مِنَ السُّنْدُسِ وَاِسْتَبْرَقِ الْجَنَّةِ وَمَنْ حَفَرَ لِمَيِّتٍ قَبْرًا فَأَجَنَّهُ فِيْهِ أُجْرِىَ لَهُ مِنَ الْأَجْرِ كَأَجْرِ مَسْكَنٍ أَسْكَنَهُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ (رواه الحاكم وقال هذا حديث صحيح على شرط مسلم)

“Diriwayatkan dari Abu Rafi’, Rasulullah Saw bersabda: Barangsiapa memandikan mayit lalu menutupi keburukannya, maka ia akan diampuni 40 kali. Barangsiapa mengafani mayit maka Allah memberinya pakaian sutra halus dan sutra tebal dari surga. Barangsiapa menggali kubur untuk mayit, lalu menutupnya maka ia mendapat pahala seperti rumah yang akan ia tempati sampai hari kiamat” (HR al-Hakim, ia berkata: Hadis sahih, sesuai kriteria Muslim)

Proses Kematian

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا حُضِرَ الْمُؤْمِنُ ي مَلَائِكَةُ الرَّحْمَةِ بِحَرِيرَةٍ بَيْضَاءَ فَيَقُولُونَ اخْرُجِي رَاضِيَةً مَرْضِيًّا عَنْكِ إِلَى رَوْحِ اللَّهِ وَرَيْحَانٍ وَرَبٍّ غَيْرِ غَضْبَانَ فَتَخْرُجُ كَأَطْيَبِ رِيحِ الْمِسْكِ حَتَّى أَنَّهُ لَيُنَاوِلُهُ بَعْضُهُمْ بَعْضًا حَتَّى يَأْتُونَ بِهِ بَابَ السَّمَاءِ فَيَقُولُونَ مَا أَطْيَبَ هَذِهِ الرِّيحَ الَّتِي جَاءَتْكُمْ مِنْ الْأَرْضِ فَيَأْتُونَ بِهِ أَرْوَاحَ الْمُؤْمِنِينَ فَلَهُمْ أَشَدُّ فَرَحًا بِهِ مِنْ أَحَدِكُمْ بِغَائِبِهِ يَقْدَمُ عَلَيْهِ فَيَسْأَلُونَهُ مَاذَا فَعَلَ فُلَانٌ مَاذَا فَعَلَ فُلَانٌ فَيَقُولُونَ دَعُوهُ (رواه النسائي)

Nabi bersabda: “Jika orang mukmin akan mati, maka malaikat rahmat datang kepada nya dengan sutra putih dan berkata: “Keluar lah wahai ruh dengan ridla dan diridlai, menuju rahmat Allah, tanpa murka”. Lalu ruh keluar seperti harum bau minyak kasturi. Hingga malaikat memegangnya sampai pintu langit. Mereka berkata: “Betapa harumnya bau yang dibawa dari bumi.” Malaikat mengantarnya pada ruh orang-orang mukmin. Mereka sangat senang seperti orang yang baru didatangi. Mereka bertanya: “Bagaimana si fulan?” Yang lain berkata: “Biarkan dia” (HR al-Nasai dari Abu Hurairah, hadis sahih)

Para ulama sepakat bawha kewajiban terhadap mayit ada 4, sebagaimana dalam hadis:

لَوْ مُتِّ قَبْلِى فَقُمْتُ عَلَيْكِ فَغَسَّلْتُكِ وَكَفَّنْتُكِ وَصَلَّيْتُ عَلَيْكِ وَدَفَنْتُكِ (رواه أحمد وابن ماجه وصحّحه ابن حبّان)

Rasulullah besabda kepada Aisyah: “Jika kamu wafat maka akan saya mandikan, saya kafani, saya salatkan dan saya kuburkan” (HR Ahmad, Ibnu Majah dan dinilai sahih oleh Ibnu Hibban)

Memandikan Jenazah

عَنْ أُمِّ عَطِيَّةَ – رضى الله عنها – قَالَتْ تُوُفِّيَتْ إِحْدَى بَنَاتِ النَّبِىِّ صلى الله عليه وسلم فَأَتَانَا النَّبِىُّ صلى الله عليه وسلم فَقَالَ اغْسِلْنَهَا بِالسِّدْرِ وِتْرًا ثَلاَثًا أَوْ خَمْسًا أَوْ أَكْثَرَ مِنْ ذَلِكَ إِنْ رَأَيْتُنَّ ذَلِكَ وَاجْعَلْنَ فِى الآخِرَةِ كَافُورًا أَوْ شَيْئًا مِنْ كَافُورٍ (رواه البخارى)

Diriwayatkan dari Ummi Athiyah  bahwa ketika salah satu putri Rasulullah wafat; lalu Rasulullah mendatangi kami dan bersabda: ”Mandikanlah dengan daun widara secara ganjil, 3 kali, 5 kali atau lebih. Campurkan sedikit kapur di bagian akhir basuhan” (HR al-Bukhari)

Memandikan jenazah dianjurkan dengan perlahan-lahan, namun ketika bagian membersihkan perut dianjurkan untuk ditekan agar kotoran keluar semua, sebagaimana yang dilakukan oleh sahabat Ibnu Umar:

وَالْمُسَتْحَبُّ أَنْ يُجْلِسَهُ اِجْلَاسًا رَفِيْقًا وَيَمْسَحَ بَطْنَهُ مَسْحًا بَلِيْغًا لِمَا رَوَى الْقَاسِمُ بْنُ مُحَمَّدٍ قَالَ تُوُفِّىَ عَبْدُ اللهِ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ فَغَسَلَهُ ابْنُ عُمَرَ فَنَفَضَهُ نَفْضًا شَدِيْدًا وَعَصَرَهُ عَصْرًا شَدِيْدًا ثُمَّ غَسَلَهُ (المجموع – ج 5 / ص 168)

“Disunahkan mendudukkan mayit perlahan, lalu mengusap perutnya dengan keras, sebagaimana riwayat Qasim bin Muhammad, ia berkata: Ketika Abdullah bin Abdurrahman meninggal maka Abdullah bin Umar memandikannya. Ia menekan perutnya dengan keras lalu membasuhnya” (Imam al-Nawawi, al-Majmu’ 5/168)

Adakah Wudlu’ Mayit?

Satu hal lagi yang dianjurkan, yakni membasuh anggota wudlu’ dari tubuh mayit:

عَنْ أُمِّ عَطِيَّةَ رضى الله عنها قَالَتْ لَمَّا غَسَّلْنَا بِنْتَ النَّبِىِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ لَنَا وَنَحْنُ نَغْسِلُهَا ابْدَأْنَ بِمَيَامِنِهَا وَمَوَاضِعِ الْوُضُوءِ (رواه البخارى)

“Ummi Athiyah berkata: “Ketika kami memandikan putri Rasulullah, maka Rasulullah bersabda: “Dahulukanlah anggota tubuh yang kanan dan anggota tubuh dalam wudlu” (HR al-Bukhari dari Ummi Athiyah)

2. Mengafani Jenazah

وَعَنْ جَابِرٍ – رضي الله عنه – قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – إِذَا كَفَّنَ أَحَدُكُمْ أَخَاهُ فَلْيُحْسِنْ كَفَنَهُ (رواه مسلم)

“Diriwayatkan dari Jabir bahwa Rasulullah Saw bersabda: Jika kalian mengafani [jenazah] saudara kalian, maka baguskanlah kafannya” (HR Muslim)

Memperindah kafan ini berfungsi sebagai berikut:

إِذَا وَلَّى أَحَدُكُمْ أَخَاهُ فَلْيُحْسِنْ كَفَنَهُ فَإِنَّهُمْ يُبْعَثُوْنَ فِي أَكْفَانِهِمْ وَيَتَزَاوَرُوْنَ فِي أَكْفَانِهِمْ (رواه ابن عدي والعقيلي)

(Hadis) “Jika kalian mengurus [jenazah] saudaranya, maka baguskanlah kafannya. Sebab mereka akan dibangkitkan dalam kafan mereka, dan mereka saling berziarah memakai kafan mereka” (HR Ibnu Adi dan al-Uqaili)

Kafan Laki-laki dan Wanita

Jenazah Rasulullah dikafani dengan kain putih 3 lapis:

وَعَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: – كُفِّنَ رَسُولُ اَللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – فِي ثَلَاثَةِ أَثْوَابٍ بِيضٍ سَحُولِيَّةٍ مِنْ كُرْسُفٍ, لَيْسَ فِيهَا قَمِيصٌ وَلَا عِمَامَةٌ (متّفق عليه)

“Rasulullah Saw dikafani dalam 3 kain putin, yang tidak ada baju gamis dan surban” (HR al-Bukhari dan Muslim)

Sementara untuk jenazah perempuan adalah 5 lapis, sebagaimana penjelasan Imam al-Nawawi dari sebuah hadis sahih:

وَأَمَّا الْمَرْأَةُ فَاِنَّهَا تُكَفَّنُ فِي خَمْسَةِ أَثْوَابٍ اِزَارٍ وَخِمَارٍ وَثَلَاثَةِ أَثْوَابٍ … رُوِىَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّي اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَاوَلَ أُمَّ عَطِيَّةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا فِي كَفَنِ ابْنَتِهِ اُمِّ كُلْثُوْمٍ أِزَارًا أَوْ دِرْعًا وَخِمَارًا وَثَوْبَيْنِ (المجموع – ج 5 / ص 205)

“Wanita dikafani 5 lapis kain, selendang, kerudung dan 3 lapis kain. Ummu Athiyah mengafani putri Naibi, Ummi Kultsum, dengan selendang, gamis baju, kerudung dan 2 kain” (al-Majmu’ 5/205)

3. Menyalati Jenazah

Tata Cara Salat Jenazah

Yakni (1) niat (2) takbir 4 rakaat, takbir pertama membaca al-Fatihah, takbir kedua membaca salawat kepada Nabi, takbir ketiga membaca doa untuk mayit, dan takbir keempat[1], (3) salam. Tata cara ini berdasarkan riwayat berikut:

قَالَ ابْنُ الْمُسَيِّبِ: السُّنَّةُ فِي الصَّلَاةِ عَلَى الْجَنَازَةِ أَنْ تُكَبِّرَ ثُمَّ تَقْرَأَ بِأُمِّ الْقُرْآنِ ثُمَّ تُصَلِّيَ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ تُخْلِصَ الدُّعَاءَ لِلْمَيِّتِ وَلَا تَقْرَأْ إِلَّا فِي التَّكْبِيرَةِ الْأُوْلَى ثُمَّ تُسَلِّمَ فِي نَفْسِكَ عَنْ يَمِيْنِكَ قَالَ الْحَافِظُ فِي التَّلْخِيْصِ : وَرِجَالُ هَذَا الْإِسْنَادِ مُخَرَّجٌ لَهُمْ فِي الصَّحِيْحَيْنِ اِنْتَهَى (عون المعبود – ج 7 / ص 186)

“Ibnu al-Musayyab berkata: “Kewajiban dalam salat jenazah adalah engkau melakukan takbir, membaca surat al-Fatihah, membaca salawat kepada Nabi Saw, tulus berdoa untuk mayit dan mengucap salam dalam hatimu ke arah kanan”. Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata dalam al-Talkhish bahwa perawi hadis ini diriwayatkan dalam kitab Bukhari dan Muslim” (Aun al-Ma’bud 7/186)

Tujuan Salat Jenazah

Sudah jelas salat jenazah dilakukan karena Allah, namun salat jenazah sendiri memiliki tujuan mendoakan mayit dan menerangi alam kubur, sebagaimana sabda Nabi Saw:

إِنَّ هَذِهِ الْقُبُورَ مَمْلُوءَةٌ ظُلْمَةً عَلَى أَهْلِهَا وَإِنَّ اَللَّهَ يُنَوِّرُهَا لَهُمْ بِصَلَاتِي عَلَيْهِمْ (رواه مسلم)

“Kuburan ini dipenuhi kegelapan bagi penghuninya. Dan sungguh Allah menerangi kuburan mereka dengan salatku terhadap mereka” (HR Muslim)

Nabi juga bersabda:

وَعَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ – صلى الله عليه وسلم – قَالَ إِذَا صَلَّيْتُمْ عَلَى الْمَيِّتِ فَأَخْلِصُوا لَهُ الدُّعَاءَ (رواه أبو داود وصحّحه ابن حبّان)

“Jika kalian melakukan salat jenazah, maka tuluskanlah doa untuknya” (HR Abu Dawud dan dinilai sahih oleh Ibnu Hibban)

4. Mengubur Jenazah

Bentuk Kubur

Kubur sebagai tempat jenazah di dalam tanah adalah lobang yang dapat menghindari mayit dari binatang buas. Ini adalah bentuk kubur paling sederhana. Sementara kubur yang yang sempurna adalah lobang yang dalam seukuran orang berdiri ditambah tangan melambai, sebagaimana dalam hadis:

قَالَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- احْفِرُوْا وَوَسِّعُوْا وَأَحْسِنُوْا وَادْفِنُوْا الاِثْنَيْنِ وَالثَّلاَثَةَ فِى الْقَبْرِ وَقَدِّمُوْا أَكْثَرَهُمْ قُرْآناً (رواه أحمد)

Nabi Saw bersabda: “Galilah, lebarkanlah dan baguskanlah. Kuburlah 2 atau 3 mayit dalam satu kubur. Dahulukanlah orang yang paling banyak al-Qurannya”[2] (HR Ahmad, sanadnya sahih)

Praktek yang ada saat ini, jenazah dimasukkan setelah diletakkan di arah barat di atas kuburan lalu diturunkan, hal ini juga dibenarkan dan menjadi tatacara dalam madzhab Hanafi:

وَقَالَ أَبُوْ حَنِيفَةَ : إِنَّهُ يَدْخُلُ الْقَبْرَ مِنْ جِهَةِ الْقِبْلَةِ مُعَرَّضًا إِذْ هُوَ أَيْسَرُ (عون المعبود – ج 7 / ص 199)

“Abu Hanifah berkata: Mayit dimasukkan ke kubur dari arah kiblat secara terlentang, sebab cara ini lebih mudah” (Aun al-Ma’bud 7/199)

Dihadapkan Ke Kiblat

Selanjutnya jenazah di dalam kubur dibaringkan ke lambung kanannya, kepala di sebelah utara dan dihadapkan ke arah kiblat, sesuai sabda Nabi:

قَالَ صلى الله عليه وسلم عَنِ الْبَيْتِ الْحَرَامِ قِبْلَتُكُمْ أَحْيَاءً وَأَمْوَاتًا (رواه أ بو داود والنسائي)

“Ka’bah adalah kiblat kalian, baik hidup atau mati” (HR Abu Dawud dan Nasai, sanadnya sahih)

Penutup

عَنْ أَبِى سَعِيدٍ الْخُدْرِىِّ أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « إن الْمَيِّتَ يَعْرِفُ مَنْ يَحْمِلُهُ وَمَنْ يُغَسِّلُهُ وَمَنْ يُدَلِّيهِ فِى قَبْرِهِ » (رواه أحمد)

Hadis: “Sungguh mayit mengetahui siapa yang mengangkatnya, siapa yang memandikannya dan siapa yang menguburnya” (HR Ahmad)

*) Diringkas dari buku Fikih Jenazah, karya tulis Ust. M Ma’ruf Khozin, Dewan Pakar ASWAJA NU Center PWNU Jatim

[1] Setelah takbir ke empat sebelum salam dianjurkan membaca doa:

اللَّهُمَّ لَا تَحْرِمْنَا اَجْرَهُ وَلَا تَفْتِنَّا بَعْدَهُ وَاغْفِرْ لَنَا وَلَهُ

[2] Hadis ini disampaikan oleh Rasulullah saat perang Uhud, korban meninggal dari umat Islam sangat banyak sementara pemakaman dan tenaga terbatas, maka kuburan boleh dihuni 2 atau lebih jenazah. Namun dalam kondisi normal 1 kuburan adalah untuk 1 jenazah.

https://aswajanucenterjatim.com/hujjah-aswaja/kewajiban-dalam-merawat-jenazah/